SEMARANG (MEDIAAKTUAL.ID) – Ikatan Alumni Universitas Semarang (IKA USM) meminta agar Gen Z menghindari tindakan FOMO (Fear Of Missing Out) atau ikut-ikutan mengambil profesi yang tengah trend jika tidak ingin burnout di tempat kerja.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Harian Ikatan Alumni (IKA) USM, Muhammad Arif Surana, S.H., S.Psi., M.M., dan Bendahara IKA USM, Nurmalitasari, M.Psi.,psikolog, saat menjadi narasumber dalam Talkshow USM Update di Studio Radio USM Jaya, Gedung N USM pada Senin (3/2/2025).
Talkshow yang dipandu Penyiar Radio USM Jaya, Elsa Safira itu mengangkat tema “Explore Bakat & Minat Gen-Z dalam Dunia Kerja”.
Ketua Harian Ikatan Alumni (IKA) USM, Muhammad Arif Surana, S.H., S.Psi., M.M., atau yang akrab disapa Erik mengatakan, Gen Z merupakan generasi yang pandai dalam bidang digitalisasi dibandingkan dengan generasi lainnya.
Gen Z juga memiliki keinginan terhadap dunia kerja yang sehat atau work life balance, dimana antara pekerjaan dan kesehatan mental harus seimbang dan dijaga.
”Tapi yang jadi masalah itu adalah mereka asal masuk di dunia kerja, padahal mereka tidak mengetahui bakat dan minatnya dimana. Akhirnya terjadilah yang namanya burnout. Jadi nanti di dalam pekerjaan ujung-ujungnya stres. Itu yang sering terjadi di lapangan. Mereka bekerja tidak sesuai passion,” katanya.
Erik mengungkapkan, banyak Gen Z yang FOMO atau ikut-ikutan memiliki profesi yang sedang menjadi trend di lingkungan sekitar meskipun tidak memiliki minat, bakat, dan passion.
”Kalau kita FOMO, gimana cara balik lagi. Kita lihat dan baca dulu terhadap diri kita sendiri. Ketika sudah terlanjur FOMO, coba kasih watu jeda satu atau tiga bulan maksimal. Kalau tidak ada hasilnya padahal sudah bekerja keras, mending coba bidang yang lain daripada memaksakan disitu, nanti malah stuck, dan diri kita tidak bisa berkembang,” ucapnya.
Dia menyampaikan tidak masalah jika ingin mengembangkan minat lain meskipun tengah menjalankan bakat yang ditekuni. Hal ini turut menjadi bagian dari mengembangkan diri.
”Ikuti dari apa yang benar-benar ada di dalam diri kita. Itu yang harus kita explore, bukan dari yang ada di depan kita karena itu adalah FOMO. Memang harus pelan-pelan mempelajarinya, tidak bisa instan. Bisa juga melakukan tes minat dan bakat di Lembaga Psikologi Center For Mental Health Psychological & The Law, dan Ria adalah salah satu penanggung jawabnya,” tambahnya.
Sementara itu, Bendahara IKA USM, Nurmalitasari, M.Psi.,psikolog, menjelaskan agar tidak burnout saat menjalankan sebuah profesi, Gen Z harus menemukan minat, bakat, dan passionnya masing-masing.
”Untuk menemukan itu, butuh proses. Kita harus mengenal diri kita, kelebihan dan kekurangan kita. Harus mencoba dan konsisten. Kalau masih bingung, kita bisa bertanya ke orang-orang terdekat, potensi kita dimana. Karena orang di sekitar kita yang tahu. Kalau itu semua sudah dilakukan, tapi masih ada keraguan, jangan khawatir, teman-teman bisa tes bakat dan minat,” jelasnya.
Menurutnya, passion, minat, dan bakat yang seimbang dapat menentukan jalur karir di masa depan. Tak hanya itu, lingkungan juga sangat memengaruhi feedback yang diterima.
”Tapi teman-teman jangan terlalu terpaku. Yang paling tahu diri kalian adalah diri sendiri. Tapi ingat, kalian juga butuh feedback dari lingkungan sekitar. Kalau misalkan, kita bekerja sesuai dengan passion tapi orang tua tidak menyetujui, saran saya, tetap konsisten. Buktikan bahwa kita bisa berkarir dan berdiri di passion yang dipilih,” ujarnya.
Nurmalitasari meminta Gen Z agar tidak menyerah dalam menggali bakat dan potensi yang dimiliki, serta senantiasa upgrade skill.
”Tentu harus diimbangi dengan attitude yang bagus, karena nantinya kita kalau mau terjun di dunia kerja, kita tidak mungkin kerja sendirian, pastinya kita berhubungan dengan banyak orang. Jadi attitudenya harus bagus, skill juga tidak boleh kalah bagus,” tegasnya.
01